[Muat Turun Artikel – Format PDF]
Allah s.w.t. berfirman, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama’ ”. (Surah Faathir, Ayat 28)
Iaitu ulama’ yang mengenal (ma’rifah) Allah.
Ibnu Abbas r.a. berkata, “Maksud ayat itu adalah sesungguhnya orang-orang yang takut kepada-Ku di antara makhluk-Ku ialah yang mengerti tentang keperkasaan-Ku (jabarut), kemuliaan-Ku (izzah) dan kekuasaan-Ku (sulthan)”.
Mujahid dan Asy-Sya’bi berkata, “Orang yang berilmu (alim) adalah orang yang takut kepada Allah ta’ala”.
Rabi’ bin Anas r.a. berkata, “Barangsiapa yang tidak takut kepada Allah, maka dia bukanlah seorang yang berilmu”. (walaupun ilmunya banyak – pent)
Allah s.w.t. juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayah, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk”. (Surah Al-Baqarah, Ayat 159)
Ayat di atas diturunkan berkenaan dengan ulama’ Yahudi. Yang dimaksudkan dengan “al-bayyinat” adalah hukum rejam, hudud, dan semua hukum; “al-huda” adalah berita dan ajaran Nabi Muhammad s.a.w; “mim ba’di maa bayyannaahu linnaas” adalah kepada Bani Israil; “fil kitaab” adalah di dalam Taurat; “ulaaika” adalah orang-orang yang menyembunyikan; dan “yal’anuhumul laa’inun”, Ibnu ‘Abbas berkata, “Iaitu segala sesuatu selain jin dan manusia”.
Ibnu Mas’ud berkata, “Tidaklah dua orang muslim itu saling melaknat satu sama lainnya, kecuali laknat mereka itu akan menimpa orang-orang Yahudi dan Nasrani, yang telah menyembunyikan berita tentang kedatangan Nabi Muhammad s.a.w dan sifat-sifat Baginda”.
Allah s.w.t. berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian setia dari orang-orang yang telah diberikan Kitab (iaitu): “Demi sesungguhnya! Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada umat manusia, dan jangan sekali-kali kamu menyembunyikannya”. Kemudian mereka membuang (perjanjian setia) itu ke belakang mereka, serta mereka menukarnya dengan mengambil faedah dunia yang sedikit. Maka amatlah buruknya apa yang mereka dapati dari penukaran (Kalamullah dan janjiNya) itu”. (Surah Ali ‘Imran, Ayat 187)
Al-Wahidi berkata, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi Madinah. Allah telah mengikat janji dengan mereka di dalam Taurat perihal Muhammad s.a.w, sifat-sifatnya, dan waktu diutusnya, serta mereka tidak boleh menyembunyikannya. Itulah makna firmannya, “…Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada umat manusia, dan jangan sekali-kali kamu menyembunyikannya…”.
Al-Hasan berkata, “Itu adalah perjanjian antara Allah ta’ala dengan para ulama’ Yahudi, supaya mereka menerangkan kepada manusia apa yang disebut dalam kitab mereka. Di antaranya adalah perihal Rasulullah s.a.w.
Tentang firman Allah, “Kemudian mereka membuang (perjanjian setia) itu ke belakang mereka…”, Ibnu Abbas r.a. berkata, “Kemudian mereka membuang pejanjian itu ke belakang punggung mereka”. Dan mereka menukarnya dengan mengambil faedah dunia yang sedikit; iaitu apa yang mereka ambil dari orang-orang yang berada di bawah mereka dengan keadaan mereka sebagai orang yang berilmu. Adapun, “Amatlah buruknya apa yang mereka dapati”, Ibnu ‘Abbas berkata, “Buruk sekali tukaran yang mereka terima dan mereka sangat merugi”.
Rasulullah s.a.w. bersabda :
“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang sepatutnya dipergunakannya untuk menghadap wajah Allah, namun ia tidak mempelajarinya kecuali untuk memperoleh mata benda dunia, maka dia tidak akan mencium wangi syurga.” [1]
Sebelum ini dalam bab dosa besar, riya’ telah disebutkan sebuah hadith yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. tentang tiga orang yang diseret oleh malaikat lalu dilemparkan ke dalam neraka. Salah satunya ialah orang yang menuntut ilmu hanya kerana ingin dikatakan sebagai seorang yang alim.
Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk berdebat dengan orang-orang yang bodoh, atau untuk membanggakan diri di hadapan para ulama’, atau untuk menarik perhatian manusia agar cenderung kepadanya, nescaya akhir baginya adalah neraka”. Dan dalam riwayat lain, “Allah akan memasukkannya ke dalam neraka”. [2]
Rasulullah s.a.w. juga bersabda:
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu (yang diketahuinya) namun dia menyembunyikannya, maka di hari kiamat nanti dia akan dikekang dengan kekang dari api neraka”. [3]
Di antara doa Nabi s.a.w. adalah:
“Aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat”. [4]
Rasulullah s.a.w. bersabda, “Barangsiapa mempelajari suatu ilmu namun tidak diamalkannya, maka itu tidak menambahkan baginya kecuali kesombongan”. [5]
Abu Umamah r.a. berkata, “Rasulullah s.a.w. bersabda:
Kelak pada hari kiamat akan didatangkan seorang alim yang jahat. Dia dilemparkan ke dalam neraka, dan dia berputar-putar membawa ususnya seperti keldai berputar pada gilingan. Seseorang bertanya, “Mengapa anda mengalami nasib seperti ini? Padahal kami mendapat petunjuk melalui anda?”. Dia pun menjawab, “Aku mengerjakan apa yang aku larang kamu lakukan”. [6]
Hilal bin Ala’ berkata, “Menuntut ilmu sihir adalah sukar. Menjaganya lebih sukar. Mengamalkannya lebih sukar daripada menjaganya. Selamat darinya lebih sukar daripada mengamalkannya”.
NOTA KAKI
1. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/338), Abu Daud (3664), Ibnu Majah (252), Al-Hakim (1/85), Ibnu Hibban (78) dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ul ilmi (hal 230) dari Abu Hurairah dan disahihkan oleh Asy-Syaikh dalam Ash-Shahih (6159)
2. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Al-Baghdadi dalam Iqtidha ul’ilm (hal:102) dan disahihkan oleh Asy-Syaikh dalam Ash-Shahih (6158).
3. Diriwayatkan oleh Ahmad (2/263,305), Abu Daud (3658), At-Tirmizi (2649), An-Nasa’i dan Ibnu Majah (261), Al-Baihaqi Asy-Syu’ab (1612) dari Abu Hurairah dan disahihkan oleh Asy-Syaikh dalam Ash-Shahih (6284).
4. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (10/187), Muslim (2722) dan Ibnu Abdil Barr dalam Al-Ilmu (hal. 215) dari Zaid bin Arqam. Dan diriwayatkan oleh Ath-Thayalisi (2007), Ibnu Abi Syaibah (10/187,188), Ahmad (3/192), An-Nasa’ie (8/264) dan Al-Hakim (1/104) dari Anas.
5. Ibnu Majah meriwayatkan yang seperti itu (258) dari Ibnu Umar dan isnadnya dha’if. Terdapat riwayat dengan redaksi yang sama dari Ibnu Mas’ud secara mauquf.
6. Dikeluarkan oleh Al-Ashbahani dalam At-Targhib (2136) dan sanadnya dha’if.
· Nota: Saringan oleh https://darulkautsar.wordpress.com/ dari buku terjemahan “Al-Kabair (Dosa-dosa Besar)’ karangan Imam Az-Zahabi. Buku terjemahan asal boleh dicapai di sini-https://drive.google.com/file/d/0B0r1wFGeMOw5eDdpZjM4a2YyRG8/edit